Sistem pendidikan
Finlandia adalah yang terbaik di dunia. Rekor prestasi belajar siswa
yang terbaik di negara-negara OECD dan di dunia dalam membaca,
matematika, dan sains dicapai para siswa Finlandia dalam tes PISA.
Amerika Serikat dan Eropa, dan seluruh dunia gempar.
Kenapa Finlandia? Orang tua mengambil peran penting dalam pendidikan anak. Untuk tiap bayi yang lahir kepada keluarganya diberi maternity package
yang berisi 3 buku bacaan untuk ibu, ayah, dan bayi itu sendiri.
Alasannya, PAUD adalah tahap belajar pertama dan paling kritis dalam
belajar sepanjang hayat. Sebesar 90% pertumbuhan otak terjadi pada usia
balita dan 85% brain paths berkembang sebelum anak masuk SD (7 tahun).
Kegemaran membaca aktif didorong. Finlandia menerbitkan lebih banyak
buku anak-anak daripada negeri mana pun di dunia. Guru diberi kebebasan
melaksanakan kurikulum pemerintah, bebas memilih metode dan buku teks.
Stasiun TV menyiarkan program berbahasa asing dengan teks terjemahan
dalam bahasa Finish sehingga anak-anak bahkan membaca waktu nonton TV.
Pendidikan di sekolah berlangsung rileks dan masuk kelas siswa harus
melepas sepatu, hanya berkaus kaki. Belajar aktif diterapkan guru yang
semuanya tamatan S2 dan dipilih dari the best ten lulusan
universitas. Orang merasa lebih terhormat jadi guru daripada jadi
dokter atau insinyur. Frekuensi tes benar-benar dikurangi. Ujian
nasional hanyalah Matriculation Examination untuk masuk Perguruan Tinggi. Sekolah swasta mendapatkan dana sama besar dengan dana untuk sekolah negeri.
Sebesar 25% kenaikan pendapatan nasional Finlandia disumbangkan oleh
meningkatnya mutu pendidikan. Dari negeri agraris yang tak terkenal
kini Finlandia maju di bidang teknologi. Produk HP Nokia misalnya
merajai pasar HP dunia. Itulah keajaiban pendidikan Finlandia.
Kemajuan sebuah bangsa lebih ditentukan oleh karakter penduduknya
dan karakter penduduk dibina lewat pendidikan yang bermutu dan relevan.
Bagaimana Indonesia?
Bagaimana dengan kebijakan pendidikan Indonesia jika dibandingkan dengan Finlandia?
1. Kita masih asyik memborbardir siswa dengan sekian banyak tes
(ulangan harian, ulangan blok, ulangan mid-semester, ulangan umum /
kenaikan kelas, dan ujian nasional). Finlandia menganut kebijakan
mengurangi tes jadi sesedikit mungkin. Tak ada ujian nasional sampai
siswa yang menyelesaikan pendidikan SMA mengikuti matriculation examination untuk masuk Perguruan Tinggi, dan para siswa tersebut bebas memilih mata pelajaran yang paling mereka kuasai dan sukai dalam mengikuti matriculation examination. Tak heran jika jumlah siswa yang drop-out di Finlandia hanya 2 persen. Angka terendah di seluruh dunia.
2. Kita masih getol menerapkan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
sehingga siswa yang gagal tes harus mengikuti tes remidial serta les
tambahan dan masih ada tinggal kelas. Sebaliknya, Finlandia menganut
kebijakan automatic promotion, naik kelas otomatis. Guru siap membantu siswa yang tertinggal sehingga semua naik kelas.
3. Kita masih berpikir bahwa PR amat penting untuk membiasakan siswa
disiplin belajar. Bahkan, di sekolah tertentu, tiada hari tanpa PR.
Sebaliknya, di Finlandia PR masih bisa ditolerir tapi maksimum hanya
menyita waktu setengah jam waktu anak belajar di rumah.
4. Kita masih pusing meningkatkan kualifikasi guru SD agar setara dengan S1, di Finlandia semua guru harus tamatan S2.
5. Kita masih menerima calon guru yang lulus dengan nilai pas-pasan, sedangkan di Finlandia the best ten lulusan universitas yang diterima menjadi guru.
6. Kita masih sibuk memaksa guru membuat silabus dan RPP mengikuti
model dari Pusat dan memaksa guru memakai buku pelajaran BSE (Buku
Sekolah Elektronik), di Finlandia para guru bebas memilih bentuk atau
model persiapan mengajar dan memilih metode serta buku pelajaran sesuai
dengan pertimbangannya.
7. Hanya segelintir guru di tanah air yang membuat proses belajar-mengajar itu menyenangkan (learning is fun)
melalui penerapan belajar aktif. Terbanyak guru masih getol mengajar
satu arah dengan metode ceramah amat dominan. Sedangkan, di Finlandia
terbanyak guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan melalui
implementasi belajar aktif dan para siswa belajar dalam
kelompok-kelompok kecil. Motivasi intrinsik siswa adalah kata kunci
keberhasilan dalam belajar.
8. Di tanah air kita terseret arus mengkotak-kotakkan siswa dalam
kelas reguler dan kelas anak pintar, kelas anak lamban berbahasa
Indonesia dan kelas bilingual (bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar)
dan membuat pengkastaan sekolah (sekolah berstandar nasional, sekolah
berstandar internasional, sekolah negeri yang dianakemaskan dan sekolah
swasta yang dianaktirikan). Sebaliknya di Finlandia, tidak ada
pengkotakan siswa dan pengkastaan sekolah. Sekolah swasta mendapatkan
besaran dana yang sama dengan sekolah negeri.
9. Di Indonesia bahasa Inggris wajib diajarkan sejak kelas I SMP, di
Finlandia bahasa Inggris mulai diajarkan dari kelas III SD. Alasan
kebijakan ini adalah memenangkan persaingan ekonomi di Eropa, membuka
kesempatan kerja lebih luas bagi lulusan, mengembangkan wawasan
menghargai keanekaragaman kultural.
10. Di Indonesia siswa-siswa kita ke sekolah sebanyak 220 hari dalam
setahun (termasuk negara yang menerapkan jumlah hari belajar efektif
dalam setahun yang tertinggi di dunia). Sebaliknya, siswa-siswa
Finlandia ke sekolah hanya sebanyak 190 hari dalam satu tahun. Jumlah
hari liburnya 30 hari lebih banyak daripada di Indonesia. Kita masih
menganut pandangan bahwa semakin sering ke sekolah anak makin pintar,
mereka malah berpandangan semakin banyak hari libur anak makin pintar.